Pemilik Tambang Batubara yang Izinya dicabut Berduka

bisnis energi tambang batubara
Jakarta - Bisnis Energi (30/9/2014), Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merelease ada 171 Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara yang telah dicabut izinnya alias dibekukan.
"Hingga awal September tercatat dari 292 IUP (Untuk Tambang Mineral dan Tambang Batubara) yang dicabut, 171 diantaranya IUP Batubara. Pembekuan ini dilakukan pada tiga provinsi yaitu Jambi sebanyak 152 IUP, Sumatera Selatan sebanyak 17 IUP dan Kalimantan Barat sebanyak 2 IUP," ujar Dirjen Minerba R.Sukhyar, di Jakarta, Selasa (30/9/2014).

Menurut Sukhyar, keterlibatan pemerintah daerah seperti Gubernur dinilai berdampak positif untuk mengawasi perusahaan tambang mineral dan batubara yang telah beroperasi. Pelimpahan wewenang ini dilakukan sejak awal 2014 untuk membantu pemerintah pusat mengawasi penyelenggaraan yang dilakukan oleh Bupati dan Wali kota dalam penerbitan IUP.
Bila kita lihat dari seluruh izin tambang batubara yang dikeluarkan pemerintah sebanyak 3.873 IUP, yang statusnya tidak jelas berkisar seribuan izin. Sejak awal tahun sampai dengan awal September ini Pemerintah Pusat dengan pendelegasian kepada Pemerintah Daerah melakukan pencabutan IUP kepada perusahaan-perusahaan yang tidak melaksanakan kewajibannya. (Sumber: www.geoenergi.com; finance-detik-source-blogspot.com)
Daerah tempat perusahaan tambang batubara yang paling banyak dibekukan izinya adalah Jambi, setelah itu Sumatera Selatan dan terakhir adalah Kalimantan Barat.
Jambi dan Sumatera Selatan adalah daerah yang  memiliki sumberdaya batubara yang cukup besar namun jenis kalori rendah sangat mendominasi dari total sumberdaya yang ada.
Banyak perusahaan tambang batubara didaerah ini mendapatkan IUP pada formasi batubara dengan nilai kalori yang rendah berkisar 3000 - 3800 GAR serta kadar air yang cukup tinggi berkisar 45-60 persen. Kalori rendah saat ini sangat tidak menguntungkan bila ditambang dengan sistem tambang terbuka (open pit).
Disamping faktor kalori rendah, juga disebabkan jarak angkut batubara dari lokasi tambang sampai ke pelabuhan muat atau jetty cukup jauh. Harga jual batubara yang rendah tidak dapat menutupi ongkos produksi ditambah ongkos angkut ini.
Untuk itu banyak perusahaan yang telah melakukan eksplorasi di wilayah ini berhenti melakukan aktifitas dikarenakan tidak prospeknya untuk lanjut ke tahapan produksi dan penjualan.
Faktor lain adalah dari sisi pemilik perusahaan-perusahaan pemegang izin pertambangan batubara tersebut adalah minimnya modal kerja dan pengetahuan tentang batubara.
Saat batubara "booming" sepuluh tahun kebelakang, banyak pengusaha yang bukan berbasis tambang melakukan pengembangan dengan masuk kedalam dunia tambang batubara ini.
Dengan tidak adanya basis pengetahuan dan pengalaman tambang, ratusan perusahaan ini gulung tikar dan bangkrut. Namun ada juga yang berhasil karena ditopang oleh kekuatan dana serta ngototnya pengusaha-pengusaha ini untuk tetap membiayai kegiatan eksplorasi, produksi dan hingga akhirnya dapat melakukan penjualan dan hingga sukses mendatangkan dollar dan membesarkan perusahaannya menjadi perusahaan tambang batubara yang sukses.
Semoga bermanfaat. Bravo!!!

Komentar

Postingan Populer