Potensi Bauksit di Indonesia
Bisnis Energi (14/1/2016), Bauksit adalah bijih utama alumunium yang terdiri dari
hydrous alumunium oksida dan alumunium, yaitu berupa mineral buhmit (Al2O3.H2O),
gibsit (Al2O3.3H2O), dan diaspore (α-AlO (OH)), bersama-sama dengan oksida besi goethite dan bijih
besi, mineral kaolinit, dan sejumlah kecil anastase TiO2. Secara
umum, bauksit mengandung Al2O3 sebanyak 45-65%, SiO2
sebanyak 1-12%, Fe2O3 sebanyak 2-25%, TiO2
>3%, dan H2O sebanyak 14-36%. Secara kenampakan megaskopis,
mineral bauksit berwarna coklat dan orange kekuningan dengan angka kekerasan
1-3 berdasarkan skala mohs. Selain itu, ciri dari mineral bauksit adalah memiki
berat jenis 2.3-2.7, rapuh atau mudah patah, tidak dapat larut dalam air, dan
tidak akan terbakar. Adapun manfaat atau kegunaan bauksit adalah untuk bahan
industri keramik, metalurgi, dan bahan baku pembuatan alumunium. Untuk proses
pembuatan alumunium yang bersumber dari mineral bauksit dibagi menjadi dua
tahap, yaitu proses bayer dan proses hall-heroult. Proses bayer merupakan
proses pemurnian bijih bauksit untuk memperoleh alumunium oksida (alumina)
sedangkan proses hall-heroult merupakan proses peleburan alumunium oksida
(alumina) untuk menghasilkan alumunium murni. Di Indonesia, bauksit termasuk
bahan galian golongan A dimana termasuk ke dalam bahan galian strategis
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980.
Deposit
bauksit dibagi menjadi empat, yaitu residual (laterit), kolluvial, alluvial
pada perlapisan, dan alluvial pada konglomerat kasar. Indonesia merupakan salah
satu negara dengan potensi bauksit laterit di dunia. Endapan bauksit laterit di
Indonesia mengikuti sebaran batuan beku asam-intermediet yang terdapat di Pulau
Bintan dan sekitarnya, Pulau Bangka, dan Kalimantan Barat dimana daerah
tersebut termasuk daerah ekuator beriklim tropis dan subtropis basah dengan
intensitas hujan tinggi. Oleh karena itu, maka daerah tersebut termasuk daerah
strategis untuk prospek cebakan sumber daya mineral dengan batuan beku asam-intermediet
yang terletak pada daerah ekuator beriklim tropis dan subtropis basah dengan
intensitas hujan tinggi yang dapat menjadi sumber pelapukan laterit. Batuan
beku asam-intermediet pada daerah tersebut seperti sienit, diorit kuarsa,
granodiorit, dan nefelin memiliki komposisi unsur Al yang tinggi yang merupakan
batuan sebagai sumber pembawa bauksit dimana batuan ini dapat mengalami
perubahan dan pelapukan yang intensif diikuti proses laterisasi sehingga
menghasilkan mineral-mineral pembawa unsur bauksit.
Pada
umumnya proses laterisasi bauksit terdiri dari beberapa tahapan, yaitu
pelarutan, transportasi, dan pengendapan kembali mineral. Faktor yang
terpenting pada pelarutan adalah pH, solubility, dan kestabilan mineral. Faktor
yang berpengaruh pada transportasi dan pengendapan kembali mineral adalah
iklim, topografi, morfologi, dan mobilitas unsur. Hasil pelapukan akan
ditransportasikan oleh airtanah atau air hujan dan kemudian diendapkan kembali.
Proses ini akan terjadi dengan baik pada permukaan tanah landai dengan
kemiringan tertentu serta keadaan morfologi dan topografi yang cenderung
bergelombang miring. Beberapa unsur yang sangat penting dalam endapan laterit
bauksit adalah Al, Fe, Si, dan Ti. Sedangkan unsur lain seperti Mg, K, Ca, dan
Ni tidak terlalu diperhatikan. Perbandingan nilai Al dan Si merupakan patokan
keekonomisan penambangan bauksit nantinya. Pada iklim tropis, Ca; Ni; Si; dan
Ti mengalami perlindihan terlebih dahulu dan lebih mobile dibandingkan dengan Al dan Fe. Unsur yang unmobile ini akan mengalami akumulasi
sebagai endapan sekunder dan residu mengikuti kelerengannya. Semakin mendekati
permukaan, Fe akan menggantikan Mg lalu berikatan dengan O2 sebagai
hasil suatu reaksi dan membentuk lapisan dengan komposisi limonit serta hematit
secara bertahap. Transportasi unsur terlarut selama proses laterisasi
dipengaruhi oleh kemampuan suatu unsur untuk berpindah secara kimiawi. Kempuan
itu dikenal dengan mobilitas senyawa unsur. Al terbentuk dari senyawa
plagioklas dan feldspar pada batuan, ketika mineral ini mengalami pencucian (leaching) akan menghasilkan lempung
kaolin yang juga memiliki ikatan unsur Al. Nilai mobilitas unsur Al adalah 0,01
dimana nilai ini menunjukkan kemampuan mobilitas yang sangat rendah. Sedangkan
Fe dan Ti memiliki kemampuan mobilitas unsur 0,3 dan 0,20-0,22. Nilai tersebut
masih tergolong rendah tetapi mobilitasnya jauh lebih
tinggi dibanding Al. Oleh sebab inilah unsur ini cukup banyak ditemukan di
setiap endapan laterit yang terbentuk dengan nilai yang berbeda-beda. Si
memiliki nilai mobilitas unsur paling tinggi yaitu 0,5-1,0. Batuan beku
asam-intermediet memiliki dominan unsur Si sehingga kehadirannya akan melimpah
sebagai hasil perlindian yang terjadi selama laterisasi berlangsung dan
mengendap pada endapan laterit bauksit pada zona ore.
Pelarutan dan penguraian plagioklas, alkali feldspar, besi, alumunium,
dan silika dalam larutan akan membentuk suspensi koloid. Pada larutan, besi
akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan
ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineral goethit (FeO(OH)), hematit
(Fe2O3), dan cobalt (Co) dalam jumlah kecil, sedangkan Al
akan mengendap menjadi endapan bauksit (Al2O3.3H2O)
pada zona ore. Adapun urutan profil endapan bauksit laterit dari bagian paling
bawah ke bagian paling atas adalah zona batuan dasar (bedrock), zona ore (lapisan bijih bauksit), iron cap (gossan), tanah laterit, dan tanah penutup.
Berikut
faktor-faktor yang memengaruhi terbentuknya endapan bauksit laterit :
- Batuan
Asal
Adanya
batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan bauksit laterit,
macam batuan asalnya adalah batuan beku asam-intermediet yang terletak pada
daerah ekuator beriklim tropis dan subtropis basah dengan intensitas hujan
tinggi. Pada batuan beku asam-intermediet seperti sienit, diorit kuarsa,
granodiorit, dan nefelin memiliki komposisi unsur Al yang tinggi yang merupakan
batuan sebagai sumber pembawa bauksit dimana batuan ini dapat mengalami perubahan
dan pelapukan yang intensif diikuti proses laterisasi sehingga menghasilkan
mineral-mineral pembawa unsur bauksit.
- Iklim dan
Airtanah
Pergantian
musim kemarau dan musim penghujan menyebabkan terjadinya kenaikan dan penurunan
muka airtanah yang juga dapat menyebabkan terjadinya proses pemisahan dan
akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu
terjadinya pelapukan mekanis sehingga membentuk rekahan-rekahan dalam batuan
yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan.
- Reagen-Reagen
Kimia dan Vegetasi
Reagen-reagen
kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang membantu mempercepat proses
pelapukan, Airtanah yang mengandung CO2 memegang peranan penting di
dalam proses pelapukan kimia. Asam-asam humus menyebabkan dekomposisi batuan
dan dapat merubah pH larutan. Asam-asam humus ini erat kaitannya dengan
vegetasi daerah. Dalam hal ini, jalur perakaran pada vegetasi akan
mengakibatkan penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti
jalur akar pepohonan, akumulasi air hujan akan lebih banyak dan humus akan
lebih tebal. Kondisi ini dapat menjadi suatu petunjuk bahwa hutan lebat pada
lingkungan yang baik akan terdapat endapan bauksit yang lebih tebal. Selain
itu, vegetasi dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi
mekanis.
- Struktur
Geologi
Struktur
geologi yang berpengaruh terhadap proses laterisasi adalah struktur kekar (joint) dibandingkan terhadap struktur
patahannya yang terbentuk akibat proses tektonik. Seperti diketahui, batuan
beku mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sehingga penetrasi air
sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih memudahkan
masuknya air dan berarti proses pelapukan dan laterisasi akan lebih intensif.
- Topografi
Topografi
memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan endapan bauksit laterit
karena berhubungan dengan drainase dan posisi muka airtanah. Pada daerah dengan
topografi tinggi, zona pengayaan paling baik terdapat pada bagian lereng-lereng
bukit, bagian puncak, dan plato.
Untuk
mengetahui lebih detail mengenai potensi bauksit pada suatu wilayah, dapat
dilakukan survei berupa survei topografi, pemetaan geologi, survei geofisika IP,
drilling (pemboran) atau test pit,
dan survei geokimia. Survei topografi bertujuan untuk
mengetahui keadaan permukaan atau lahan daerah yang dipetakan, informasi yang
disajikan meliputi keadaan fisik/detail baik yang bersifat alamiah atau buatan
manusia serta keadaan relief (tinggi-rendah) permukaan lahan atau area yang
dipetakan. Survei pemetaan geologi bertujuan untuk mengetahui batas sebaran endapan
bauksit yang bertujuan untuk mengcover
area prospek. Survei geofisika IP (Induced
Polarization) bertujuan untuk mengetahui potensi bauksit sampai dengan
kedalaman tertentu. Pada prinsipnya,
metode IP merupakan suatu metode yang mendeteksi terjadinya polarisasi listrik
pada permukaan mineral-mineral logam di bawah permukaan bumi. Metode ini dapat
mendeteksi adanya anomali resistivitas meski dalam jumlah yang sangat kecil
yang tidak terdeteksi oleh metode lain. Pada umumnya konfigurasi yang tepat
untuk pengukuran ini adalah dipole-dipole karena dapat memberikan hasil variasi
tahanan jenis dan chargeability ke
arah vertikal dan horizontal. Metode penyelidikan selanjutnya adalah drilling
atau pemboran eksplorasi dan juga test pit. Tujuan dari pemboran eksplorasi dan
juga test pit adalah untuk menemukan cadangan baru secara faktual yang terdapat
di dalam suatu endapan bauksit laterit dimana dapat diketahui zona batuan dasar (bedrock),
zona ore (lapisan bijih bauksit), iron
cap (gossan), tanah laterit, dan tanah penutup. Adapun tiap zona
yang diketahui berdasarkan hasil bor dapat dikorelasi sehingga dapat diketahui
area prospek endapan bauksit laterit. Survei geokimia bertujuan untuk
mengetahui komposisi kimia berdasarkan sampel core sehingga hasil
tersebut dapat dibuat zonasi daerah prospek bauksit yang dibedakan berdasarkan grade
atau kadarnya. Adapun survei geokimia yang dilakukan menggunakan assay sehingga dapat diketahui besaran
atau persentase komposisi mineral bauksit (Al2O3) dan
unsur-unsur lainnya seperti Fe, Tio2, dan Si yang masing-masingnya terdapat
pada zona batuan dasar (bedrock), zona ore (lapisan bijih bauksit), iron cap (gossan), tanah laterit, dan tanah penutup dalam
endapan bauksit laterit. Volume cadangan bauksit dapat
dihitung berdasarkan perhitungan cadangan tertambang (mineable reserve) dengan menggunakan mining software.
(Writer: M.Zahir)
Komentar