Kuota BBM Harus Cukup Hingga Akhir Tahun

kuota bahan bakar
Jakarta - Bisnis Energi (23/9/2014), Kuota bahan bakar minyak subsidi harus cukup hingga akhir tahun 2014. Hal ini disebabkan oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara perubahan 2014 telah membatasi volume BBM bersubsidi sebesar 46 juta kiloliter. Demikian pernyataan dari Kementrian Sumberdaya Energi dan Mineral.

"Kami yakin kuota BBM akan cukup hingga akhir tahun jika secara konsisten penyesuaian alokasi BBM subsidi dijalankan," kata Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas, Heri Poernomo, kemarin.
Untuk mengatasi masalah kelebihan konsumsi BBM bersubsidi, menurut Heri, pemerintah akan tetap melanjutkan kebijakan pengendalian BBM subsidi yang diinstruksikan oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). "Langkah yang diambil oleh BPH Migas ini salah satunya dengan mengurangi jumlah alokasi BBM subsidi ke SPBU hingga 20 persen," ujar dia.
Namun, Pertamina sebelumnya menyatakan ada potensi kuota BBM bersubsidi tahun ini JEBOL. Alasannya, kebijakan pengendalian penyaluran kuota harian BBM subsidi di SPBU (pengkiritan) dihentikan.
Menurut Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero) Hanung Budya, berdasarkan perhitungan Pertamina, potensi over quota BBM bersubsidi mencapai 1,35 juta kiloliter atau senilai Rp 8 trilliun.
"Kalau pengkiritan dihentikan, sementara kuota tidak ditambah dan kita do nothing, hitungan kami Premium dan solar akan habis sekitar Desember," kata dia di akhir Agustus lalu.
Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri Indonesia meminta pemerintah baru nanti tetap mempertahankan subsidi BBM untuk nelayan. "Ini hidup mati mereka," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan, Yugi Prayanto, di Menara Kadin, Kuningan, Jakarta, Kemarin.
Pemerintah baru, menurut Yogi, harus memastikan ketersediaan solar bersubsidi untuk nelayan selama lima tahun ke depan. "Jangan sampai ada ketidakpastian pasokan seperti yang terjadi sekarang," ujarnya.
Namun anggota Kelompok Kerja Nelayan Perikanan dan Lingkungan Hidup Kantor Transisi Pemerintahan Jokowi-Jk, Laras Sati, mengatakan yang perlu juga dipertimbangkan adalah adanya penyelewengan subsidi solar di lapangan. "Jangan sampai kita memberi subsidi ke nelayan, lalu dijual lagi ke pihak asing," ujar dia. (Sumber Koran Tempo, 23/9/2014, Ayu, Pingit, Maria, Amos)     

Komentar

Postingan Populer