BBM Naik, Pertumbuhan Ekonomi Melambat

Jakarta - Bisnis Energi (19/11/2014), Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diperkirakan melambat ke kisaran 5,1 persen  dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,2 persen akibat dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. "Dengan kebijakan semalam (kenaikan harga BBM) memang kemungkinan pertumbuhan sedikit terdampak, perkiraan (sekarang) 5,1 persen. Kemaren kan saya optimis bisa tumbuh 5,2 persen,"kata Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro di Jakarta, seperti dikutip di berita KoranSindo, Rabu, (19/11/2014).
Bambang mengatakan, kebijakan pengalihan subsidi BBM yang diambil pemerintah akan mempengaruhi konsumsi rumah tangga. Daya beli masyarakat akan tertekan karena inflasi naik. Pemerintah memperkirakan kenaikan harga premium dan solar sebesar Rp2.000 per liter itu berdampak lebih tinggi pada keluarga kategori miskin dan hampir miskin hingga akhir tahun diperkirakan mencapai 4,5 persen. Itu jauh lebih tinggi jika dibandingkan inflasi pada masyarakat menengah ke atas yang diperkirakan hanya 2 persen.
Untuk membantu menjaga daya beli, khususnya pada rumah tangga miskin dan hampir miskin, pemerintah telah meluncurkan Kartu Keluarga Sejahtera, Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar.
Pemerintah mengalokasikan bantuan perlindungan sosial senilai Rp200.000/bulan/keluarga untuk 15,5 juta kepala keluarga.
Karena itu didasarkan pula pada pola historis, Bambang optimis konsumsi rumah tangga tidak akan turun terlalu tajam. Penurunan kontribusi konsumsi rumaha tangga dalam pertumbuhan ekonomi juga menurutnya akan digantikan oleh pertumbuhan investasi, terutama dari realokasi anggaran pemerintah di bidang infrastruktur. Secara umum dia memperkirakan pertumbuhan investasi bisa di atas 5 persen.
"Dengan pembanguanan infrastruktur saya yakin konsumsi akan digantikan investasi,"kata Bambang.
Sementara itu, Menteri PPN/Kepala Bappenas Adrinof Chaniago dalam keterangan tertulisnya mengatakan, pengaruh kenaikan harga BBM Rp2.000/liter adalah 2,27 persen terhadap pertumbuhan ekonomi.
Meski begitu, menurut perhitungan Bappenas, tiap kenaikan harga BBM bersubsidi Rp500/liter yang diikuti dengan pemanfaatan dana penghematan subsidi akan menaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,005%.
"Karena pengaruhnya sangat kecil, maka diasumsikan bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp1.000, Rp2.000 atau Rp3.000, jika disertai pemanfaatan dana penghematan subsidi, tidak mempengaruhi pertumbuhan,"katanya.
Namun, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual memperkirakan kenaikan harga BBM akan menekan pertumbuhan ekonomi hingga ke kisaran 5 persen. Diapun pesimistis tahun depan pertumbuhan bisa memcapai 5,8 persen seperti yang diharapkan pemerintah. Menurut dia, pertumbuhan ekonominya hanya akan  berkisar 5,5 persen. "Itupun dengan catatan pembangunan infrastruktur mulai berjalan,"katanya.
Didalam melakukan upaya pertumbuhan ekonomi ini Pemerintah akan memerlukan percepatan pembangunan infrastruktur dengan mengalihkan dana subsidi. Namun, implementasi di lapangan belum tentu berjalan lancar. Hambatan-hambatan administratif seperti pembebasan lahan dan lain-lain diperkirakan memperlambat proyek-proyek pemerintah.
"Saya enggak yakin di semester satu (2015) semua hambatan di lapangan seperti birokrasi, administrasi itu bisa diatasi, karena itu perlu mitigasi untuk sektor konsumsi,"kata dia kepada KoranSindo.
Bentuk mitigasi itu menurutnya bisa berupa intensif pengurangan pajak bagi kelas menengah. Pasalnya, kenaikan harga BBM akan mempengaruhi daya beli untuk barang tahan lama. Hal tersebut menurutnya pernah dilakukan pemerintah di tahun 2008 untuk mempertahankan daya beli masyarakat. Kontribusi konsumsi rumah tangga pada pertumbuhan ekonomi yang turun juga tidak bisa serta merta digantikan oleh pertumbuhan investasi. Pasalnya, investor pasti akan wait and see  terkait realokasi subsidi BBM pada sektor-sektor produktif seperti infrastruktur.
"Saya nggak yakin, yang mungkin berjalan adalah untuk perlindungan sosial itu, tapi untuk infrastruktur apakah bisa di kuartal pertama, di sisi lain dananya idle, pemerintah enggak melakukan belanja dan itu bisa menurukan pertumbuhan ekonomi,"tambah David.
Karena itu sembari menunggu proyek-proyek infrastruktur berjalan lancar, dia menyarankan pemerintah untuk memberikan insentif pajak agar daya beli masyarakat tetap terjaga. Dia mengingatkan pertumbuhan konsumsi yang saat ini dikisaran 5 persen terus menunjukkan tren penurunan, yang bisa berlanjut hingga menyentuh angka 4 persen. Menurutnya ini berbahaya karena saat ini kinerja ekspor pun tengah mengalami perlambatan.
(Sumber: KoranSindo, Rabu,19/11/2014)
 

Komentar

Postingan Populer