Penyebab Rupiah Terpuruk ?

Jakarta - Bisnis Energi (17/12/2014), Saat ini nilai tukar rupiah mengalami tekanan hingga terpuruk bahkan pagi ini menembus level Rp12.911 per dollar AS menurut kurs tengah Bank Indonesia, Selasa (16/12/2014). Beberapa penyebab nilai tukar rupiah dari beberapa sumber berita online berikut:
Presiden Jokowi:
Presiden mengaku apa yang terjadi tidak diakibatkan oleh kondisi fundamental dalam negeri, melainkan sangat dipengaruhi oleh faktor global.
"Ini memang seluruh negara, pelemahan mata uang kita sama mata uang negara lain, karena memang mulai ada penarikan dolar kembali ke Amerika,"kata Presiden Jokowi di Gedung BPK, Selasa (16/12/2014).

"Tapi dengan fundamental ekonomi kita, dengan perbaikan ruang fiskal kita semoga (pelemahan mata uang) di Indonesia itu tidak berjalan lama hingga tahun depan," tegas Presiden.
"Memang jalan yang paling baik adalah itu, meskipun BI sudah intervensi,"tutup Presiden seperti dikutip dari bisnis.liputan6.com.
Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Jalil:
Pak Menteri menyatakan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah semata akibat dollar yang "pulang kampung" karena ekspektasi perbaikan perekonomian Amerika, pelemahan kurs tak hanya dialami rupiah. Seperti dikutip dari Kompas.com.
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro: 
Pak Menteri mengungkapkan apa yang terjadi dengan rupiah ini bukan karena faktor dalam negeri, melainkan dari faktor global.
"Rusia itu mata uangnya kolaps, Rusia itu salah satu negara emerging seperti kita, mereka juga kemarin menaikkan policy rate tinggi sekali, itu yang menyebabkan pergerakkan mata uang di dunia terpengaruh," ujar Menkeu Bambang di Gedung Kementrian Keuangan, Selasa (16/12/2014).
"Tentunya yang bisa intervensi hanya BI, tentunya BI harus melihat pergerakan rupiah ke depan seperti apa, makanya kita akan koordinasi dengan BI,"katanya melanjutkan, seperti dikutip dari bisnis.liputan6.com.
Kepala Bank Indonesia Sumatera Utara, Difi A Johansyah:
Difi mengatakan depresiasi rupiah saat ini diperkirakan tidak akan berlangsung lama. Dia pun berpendapat kondisi keuangan Indonesia masih aman.
"Kami yakin rupiah tidak akan sampai ke level Rp13.000 per dollar AS,"ujar Difi. Diapun penegaskan kondisi rupiah pada saat ini bukanlah yang terburuk meski trennya masih melemah.
Saat dikonfirmasi ulang tentang keyakinannya itu, Rabu (16/12/2014), Difi mengatakan ketika nilai mata uang sudah sedemikian melemah, akan ada investor yang kembali datang untuk membeli. "Biasa itu. Asal, kita tidak panik,"tegasnya, seperti dikutip dari Kompas.com.
Pengamat Ekonomi, Dradjad H Wibowo:
"Anjloknya rupiah juga disebabkan oleh rendahnya confidence terhadap macroeconomic management dari pemerintah Jokowi (Presiden Joko Widodo,red),"ujar ekonom dari Sustainable Development Indonesia, Dradjad H Wibowo, Selasa, (16/12/2014).
Dradjad tidak menampik penghentian stimulus (quantitative easing) The Fed memang membuat pasar berkeyakinan bahwa suku bunga di Amerika akan naik, dollar AS bakal berbalik ke negeri asalnya, dan yang karenanya terjadi penguatan kurs dollar AS.
Namun, bila faktor Amerika dan dinamika ekonomi global ini merupakan penyebab utama, Dradjad menyodorkn India terbukti tak terimbas sebesar Indonesia, meski sama-sama berada di kawasan negara berkembang.
"India sekarang menikmati confidence yang cukup tinggi sehingg rupee relatif stabil terhadap dollar AS meski mata uang lain melemah. "Ini karena masukknya banyak modal baru ke India,"kata Drajad.
Kepercayaan pelaku pasar kepada Indonesia memang tidak merosot tapi melemah. Pemicunya adalah kepercayaan pasar itu adalah inflasi setelah kenaikan harga bahan bakar minyak yang ternyata melampaui ekspektasi.
:Indonesia terlalu tergantung pada ekspor komoditas, sementara harga komoditas ikut anjlok sejaln merosotnya harga minyak,"katanya.
"Intinya pemerintah harus bisa meyakinkan pasar bahwa pemerintah punya strategi untuk mengompensasi dampak anjloknya harga komoditas (bagi neraca perdagangan Indonesia),"ulasnya, Seperti dikutip dari Kompas.com.
Ekonom, Raden Pardede:
Pelemahan nilai tukar rupiah merupakan imbas dari arah perekonomian global yang berbalik ke Amerika Serikat setelah penghentian kucuran stimulus The Fed. Seperti dikutip dari Kompas.com.
  

Komentar

Postingan Populer