Tim Reformasi Tata Kelola Migas Mengusulkan Penghapusan Premium Lima Bulan Lagi

Jakarta - Bisnis Energi (8/1/2015), Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang diketuai Faisal Basri mengusulkan kepada pemerintah untuk menghapus BBM jenis premium dalam waktu lima bulan lagi. Usulan ini disampaikan ditengah upaya pemerintah menurunkan kembali harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Research Octan Number (RON) 88 alias premiun dan solar.
"Sekarang kita terus dorong agar premium cepat dihapuskan. Dalam waktu 5 bulan ke depan diharapkan premium sudah tidak lagi berada di SPBU. Jadi, nanti bensin yang dijual adalah RON 92 sebagai bensin dengan RON terendah, tidak ada lagi RON 88,"ujar Faisal Basri, Ketua Tata Kelola Migas, seperti dikutip di harian Media Indonesia, Kamis, (8/1/2015).
Faisal mengatakan, pengalihan produksi RON 88 ke RON 92 atau pertamax tidak banyak memerlukan waktu karena dapat dilakukan tanpa memerlukan fasilitas tambahan.
"Pertamina sudah punya pertamax off yang dapat diolah menjadi pertamax on dengan ditambah MBTE (methyl tertiary buthyl ether). In syaa Allah pada Jum'at kita akan bertemu dengan Pertamina untuk tahu berapa tambahan ongkos yang diperlukan,"katanya.
Didalam upaya mempercepat proses peralihan tersebut, saat ini tidak ada lagi ekspor nafta sebagai bahan untuk memproduksi pertamax.
"Nanti nafta akan diolah di TPPI (Trans Pacific Petrochemical Indotama),"kata Faisal.
Disamping itu Faisal juga mengatakan saat ini pemerintah sudah tidak lagi impor bensin RON 88, kecuali untuk kontrak yang sudah disepakati sebelumnya.
"Sudah tidak ada lagi kontrak baru untuk impor RON 88,"ungkap Faisal.
Upaya pengampusan impor RON 88 ini telah diusulkan ke Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sejak Desember lalu oleh Tim Tata Kelola Migas. Hal ini dimaksudkan untuk menyingkirkan mafia migas.
Usulan diatas mendapat tanggapan dari beberapa kalangan diantaranya dari Analis Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto yang mengatakan, Pertamina masih belum mampu untuk memenuhi kebutuhan RON 92 dan hanya dapat memenuhi wilayah Jawa dan Bali.
"Faktanya kilang dalam negeri masih memproduksi RON 88, yang 92 kan masih sangat terbatas di bawah 1 juta kiloliter (KL) per tahun,"ujar Rakhmanto, demikian dikutip dari Koran Media Indonesia, Kamis (8/1/2015).
Demikian juga disampaikan oleh Sofyano Zakaria yang mengatakan, kilang minyak milik PT Pertamina (Persero) tidak mampu memproduksi RON 92 untuk konsumsi di Indonesia. Menurutnya kilang milik Pertamina hanya mampu memproduksi sebanyak 5 juta barel per bulan.
"Kebutuhan nasional untuk bensin RON 92 sebanyak 15 juta barel per bulan, sementara Pertamina hanya mampu memproduksi bensin RON 92 sebanyak 5 juta barel per bulan,"ungkap Sofyano dalam diskusi bertema "Selamat Tinggal Premium" di restoran Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (27/12/2014), seperti dikutip dari berita Tribunnews.com.
"Ya memang sudah tua umurnya (kilang), sudah ratusan tahun. Sudah 110 tahun, sudah seharusnya masuk museum rekor,"ujarnya.
Menurut Stefano, pemerintah jang terburu-buru didalam merialisasikan pengalihan RON 88 ke RON 92, harus dilihat kemampuan dari Pertamina dalam memproduksi RON 92 tersebut.
Senada dengan Rakhmanto dan Stefano, pihak Pertamina pernah menyampaikan penilaiannya atas usulan penghentian produksi premiun RON 88. Seperti disampaikan Suhartoko, Senior Vice President Fuel Marketing and Distribution Pertamina pada tanggal 23 Desember lalu menilai bahwa penghapusan RON 88 akan mengakibatkan naiknya impor bahan bakar minyak (BBM) karena kilang dalam negeri tidak bisa secara optimal mengolah RON 92. Selama ini, kilang lebih banyak mengolah RON 88 yang merupakan pencampuran RON 92 dengan Nafta).
Suhartoko mengungkapkan bahwa produksi BBM bersubsidi jenis premium untuk tahun 2014 sebanyak 30 juta KL. Sementara olahan Pertamina hanya sekitar 10 juta KL. "Kita impor sekitar 20 juta KL,"ungkap Suhartoko seperti dikutip dari Republika (22/12/2014).
Jadi kita tunggu saja pertemuan antara Timnya Pak Faisal dengan Pertamina. Salam.
(Sumber: Harian Media Indonesia, Republika dan Tribunnews.com)

Baca Sekalian:
- ICW Menemukan Kejanggalan Perhitungan Kenaikan Harga BBM dan Elpiji 12 Kg
- Harga Keekonomian BBM Solar Industri Kembali Jatuh Di Posisi Rp10.300 Untuk Periode 15-31 Desember 2014
- Pertamina dan Shell Menurunkan Harga BBM Non Subsidi

http://bisnisuntung7.blogspot.com/2015/01/menyediakan-jasa-bimbingan-teknis-dan.html




  

Komentar

Postingan Populer